"Suatu kesalahan yang dilakukan bersama, harus dipertanggung jawabkan bersama"
Itu prinsip hidup yang dipegang oleh Amel, mahasiswi tingkat akhir yang merasa sudah melakukan kesalahan besar bersama Rara.
Yah, kejahatan kriminal yang melibatkan mereka berdua membuat Amel memikirkan hal itu di setiap hembusan nafasnya.
Amel, ia baru saja mulai memperdalam pengetahuan ajaran agama yang ia anut dari baru lahir. Dan ia memahami bahwa kesalahan yang sudah ia lakukan pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhannya kelak.
Rara, teman "sekejahatan" Amel yang sebenarnya memiliki ilmu agama yang jauh diatas Amel. Rara sudah dipastikan mengetahui aturan agama mereka yang menyebutkan kesalahan tersebut.
Amel sudah berusaha untuk menjelaskan dan mendapatkan penjelasan yang benar-benar jelas dari Rara. Ia tahu, ilmu agama yang ia miliki tidak sebaik Rara, tetapi sepengetahuan yang ia miliki, ia memahami bahwa apa yang sudah mereka lakukan adalah hal yang dilarang.
Namun, Rara mencoba menjauh dari Amel. Ntah untuk melupakan hal tersebut atau sudah jenuh dengan Amel yang selalu mengungkit-ungkit hal itu. Rara hanya memberikan "angin surga" yang menenangkan Amel, yang ntah itu akan terjadi atau tidak.
Amel hanya ingin mereka berdua "bertobat" bersama. Karena itu kesalahan bersama.
Amel tidak mau jika hanya ia yang bertobat, tetapi Rara tidak melakukannya juga. Atau bahkan jika Rara melakukan hal itu kembali dengan orang lain. Amel takut hidup mereka berdua tidak diberkahi oleh Tuhan mereka.
Amel terlalu takut akan hal tersebut. Ia merasa ia dapat membantu Rara untuk memperbaiki apa yang pernah mereka lakukan berdua dahulu.
Hingga suatu hari Amel mulai melakukan hal-hal gila yang membuat dirinya hampir frustasi.
Ia tahu apa yang ia lakukan sebenarnya tidak boleh melakukan hal tersebut. Amel masih sadar dan mengurungkan niat untuk bunuh diri. Iya, Amel ingin bunuh diri. Bodoh.
Akhirnya Amel datang kepada psikolog dan pekerja profesional yang menurutnya mampu membantu masalah yang sednag ia hadapi. Setidaknya agar ada orang lain yang mampu mendengar ceritanya, karena selama ini hanya ia dan Rara saja yang tahu. Ia merasa frustasi apabila hanya ia yang memikirkan masalahnya. Tentu saja tujuan lainnya agar ia tidak bertindak bodoh lagi.
Jawaban dari psikolog dan pekerja profesional sebenarnya sudah diduga oleh Amel.
Ada jawaban yang menurutnya masih mengganjal, yaitu "sembuhkan luka kamu dan tobatlah dahulu. Minta ke Tuhanmu untuk membukakan mata hati Rara agar ia tahu kalau kamu sebenarnya berniat baik ke dia"
Amel tidak habis pikir kenapa ia mendapat saran seperti itu. Ia selama ini berpikir kalau ia akan menjadi orang yang jahat apabila tidak mengingatkan Rara akan kesalahan mereka. Ia selalu berpikir kalau tobat itu harus dilakukan berdua, bukan hanya dirinya.
Meskipun begitu, ia sudah merasa sedikit lega. Setidaknya ia tidak akan melakukan hal bodoh lagi.
(bersambung)